Sekapur Sirih untuk Tulisan “Membongkar Tabu dalam Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan” oleh Krisna Wahyu Yanuar part III (akhir)

Kemunduran Islam Bisa Berawal dari Meninggalkan Agama dan Mengamalkan Sebagian 


Menarik membahas mengenai kemunduran Islam. Karena menurut penulis, apa yang menyebabkan Islam mundur adalah hal yang sama dengan apa yang membuat Barat bangkit. Barat bangkit karena orang-orang telah bersepakat meninggalkan agama, dan Islam juga mundur gara-gara umat muslim perlahan mulai meninggalkan agama. Jika dikatakan penyebab kemunduran Islam adalah karena kurangnya kontribusi dalam IPTEK, argumen ini bisa dipatahkan dengan munculnya Professor Ying, seorang muslimah yang menemukan tes cepat Corona. Penemu 4G, Dr. Eng. Khoirul Anwar, dan masih banyak lagi ilmuwan muslim yang berkontribusi dalam IPTEK.

Umat muslim hari ini masih punya ulama-ulama hebat sama seperti dulu, Al-Qur’an dan Hadits pun yang dimiliki hari ini masih sama seperti era Abassiyah, kita sholat dan zakat pun sama dengan yang Rasulullah lakukan. Namun, sungguh, perbedaan kita hari ini dengan zaman keemasan Islam hanya terdapat pada bagaimana penerapan Al-Qur’an dan Hadits bisa diwujudkan dalam realitas politik.

Maka, pertanyaan yang tepat seharusnya, “apa yang dahulu dimiliki oleh umat Islam dan apa yang hilang di masa sekarang?”. Jawabannya tentu sistem pemerintahan Islam. Karena hari ini kita masih dikaruniai ilmuwan muslim yang hebat, pemikir yang unggul, ulama yang mumpuni, diwarisi Al-Qur’an dan Sunnah yang sama, umat yang hari ini perlahan mulai kritis dan setiap tahun dijamin oleh Allah kemunculan seorang mujaddid, namun sayang, hari ini kita tidak memiliki institusi negara yang sama seperti era Golden Ages, yang akan menjamin Al-Qur’an dan Hadits dijalankan secara menyeluruh. 

Jika abad ini Gustavo Gutierrez dan Ashgar Ali Engineer bangga dengan temuan konsep mereka tentang Teologi Pembebasan, maka teologi seperti apa yang dimaksud ?. Tentu hal demikian mustahil jika yang dimaksud adalah kekristenan, sebab Dark Ages muncul karena pengaruh gereja sangat kuat dalam politik, mana mungkin mengulangi kesalahan dua kali. Akan tetapi, jika yang dimaksud adalah Islam, tentu hal ini adalah tepat. Saat Barat terperangkap dalam Dark Ages, dunia Islam mengalami Golden Ages. Golden Ages diperoleh dari Sistem Politik Islam, baik sistem pendidikan, ekonomi, hukum dan kesehatan. 

Islam terlihat bodoh dan tidak berguna jika ia diterapkan dalam nuansa sekuler dan dicabut keikutsertaannya dalam politik, sebab kondisi demikian meniscayakan pilih-pilih ajaran. Banyangkan, shalat, zakat, dan puasa dilaksanakan, tetapi perihal politik, sistem ekonomi yang digunakan malah kapitalisme. Wajar, jika masyarakat kita dinobatkan paling religius tapi bodoh, paling religius tapi bejat. 

Bahaya sekali jika Islam dipisahkan dari unsur politik, ia juga akan kehilangan fungsi terbaiknya dalam menyelesaikan problematika umat manusia. Agama hanya akan berbicara pada wilayah ritual saja, dan tidak menyelesaikan permasalahan. Sementara politik adalah segalanya, mulai dari besaran gaji sampai kelangkaan elpiji. Bayangkan jika agama dipisah dari politik, ketika seorang Nelayan PIK bertanya ke tokoh agama, 

"Kenapa yah Ustadz, saya sudah bekerja keras, siang dan malam, tapi saya masih kesulitan untuk membeli makan. Belum lagi ternyata laut, ladang mencari nafkah, dipagari oleh orang yang, bahkan sekelas  Pemerintah saja tidak tahu. Padahal, saya selalu sholat, mengaji, sedekah, dan berpuasa, kenapa hidup saya selalu susah. Bukannya Allah Maha Kaya lagi Maha Penyayang ....."

Saya kira semua orang sudah bisa menebak balasan Ustadznya, wkwkww.....

Tak hanya itu, jika Islam dipisah dari politik, wilayah spiritual juga bisa terguncang. Berapa banyak aliran sesat yang berkembang dan tidak langsung ditangani. Perbedaan Idul Fitri, awal Ramadhan, madzhab, semakin runcing, sebab tiadanya pemimpin negara yang keputusannya bisa lebih resmi dan mengikat, selain dari keputusan Kementerian Agama. 

Seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi umat Islam hidup dalam keadaan Agama dan Negara bersatu, janganlah heran, kalau NU, yang lebih banyak mengkaji kajian ulama-ulama tradisional, mengetahui dengan betul kaidah, 
"hukmul imaam yarfa'ul khilaf, (keputusan pemimpin itu menghilangkan perbedaan)".

Lewat tulisan ini, penulis tidak mengajak para pembaca agar setuju pada sistem pemerintahan Islam, semua diperbolehkan berada pada jalur yang diyakini sebagai kebenaran. Hanya saja, penulis selalu miris melihat siapapun yang mencoba mengulas sistem pemerintahan Islam, kebanyakan mengulasnya penuh dengan praduga mandul, timpang dan berat sebelah, pendapat yang kurang matang dengan analisis yang kurang mengakar. Penulis hanya berharap, siapapun yang mengulas sistem pemerintahan Islam dapat mengulasnya secara objektif dan tanpa banyak prasangka seolah-olah trauma politik-agama sama seperti yang terjadi di Eropa, padahal trauma agama itu milik orang Eropa bukan kita, apalagi  menamainya dengan sistem yang haus darah, batin penulis selalu berbisik,
“Ahh, come on, if you ask same question to the Christians, “Is it true that the bloodiest wars were created by Christians”. They'll answer, “no, the bloodiest war was World War II in a secular era”, then they slap you in the face, “WTF dude, violence and war have no religion, religion was corrupted and twisted to justify human’s greediness.”

 

Don't be biased

Setidaknya jadilah seperti Michael H. Hart, yang secara objektif menelaah sumber-sumber Islam dan karya-karya ulama, lalu menempatkan Muhammad dalam nomor satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah. Menurutnya, Muhammad layak, karena sangat sukses di bidang agama maupun sekuler, omongan Muhammad di dalam masjid dan di luar masjid didengarkan dan diikuti oleh umat Islam sepanjang masa. Maka, berlakulah objektif.

Yaaa, setidaknya setelah membaca buku Marxist, nihilisme Nietzsche, karangan Orientalist atau karya apapun yang menyajikan potret buruk agama, ingatlah, mereka yang menulis itu juga lupa klarifikasi bahwa keburukan bukan berasal dari agama tetapi orang-orang yang picik dalam beragama. Maka, sejatinya, carilah opini pembanding dengan bertanya ke ulama otoritatif, mengkaji Al-Qur’an dan Hadits, membaca sejarah Islam yang bersanad nan kredibel, niscaya objektif itu seperti mudah digapai.

Last Message for Everyone

11 Ramadhan 1446 H/ 11 Maret 2025

Salam hangat,

 

 


Nisa Edward,

Mahasiswi Sastra Inggris yang hobinya nyanyi dan ngoleksi uang

 

If you need more references, there you go :

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Sekapur Sirih untuk Tulisan “Membongkar Tabu dalam Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan” oleh Krisna Wahyu Yanuar

Sekapur Sirih untuk Tulisan “Membongkar Tabu dalam Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan” oleh Krisna Wahyu Yanuar part II