Islam : Agama Bagi Orang-Orang yang Berakal
Islam adalah satu-satunya agama yang sangat menaruh perhatian besar terhadap kapasitas otak manusia. Islam sangat menjunjung tinggi akal manusia sebagai sebuah kelebihan yang sangat sempurna. Buktinya terdapat dalam Al-Qur’an yang mulia,
إِنَّ
فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ
لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal."
ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا
وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Artinya:"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka." (Ali Imran ayat 190-191)
Islam pun sangat menekankan seseorang untuk berpikir. Maka dalam setiap ibadah yang dilakukan umat Islam terdapat salah satu
syarat yang menyatakan bahwa seseorang harus berakal dan tidak gila atau dalam
keadaan sepenuhnya sadar saat ingin melakukan ibadah.
Namun, dalam berpikir Islam menyediakan kaidahnya alias ada
aturan mainnya :
1.
Ada indra yang menangkap
informasi. Islam menyadari bahwa berpikir adalah sebuah proses, dan sebuah
proses haruslah punya permulaan atau awalan. Untuk bisa berpikir tentu kita
membutuhkan amunisi, dan amunisi tersebut adalah informasi yang bertebaran di
sekitar kita.
قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ
مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ اَمَّنْ يَّمْلِكُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَمَنْ
يُّخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ
يُّدَبِّرُ الْاَمْرَۗ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللّٰهُ ۚفَقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi
rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari
yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang
mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah.” Maka katakanlah,
“Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”. (Yunus : 31)
2.
Otak. Kemudian informasi
tersebut diolah oleh otak manusia. Islam meyakini bahwa Allah telah menciptakan
otak untuk dilebihkan dari organ lainnya karena memiliki tugas yang sangat
berat, untuk berpikir. Maka otak manusia dijadikan hebat dengan kapasitas
memori yang dahsyat.
3.
Maklumat As-Sabiqah
(informasi awal yang diterima). Islam sangat jeli mengatur segala sesuatu,
termasuk proses berpikir. Dalam berpikir tentu sehebat apapun otak manusia
pasti tetap diperlukan referensi sebagai bahan bakarnya agar bisa berfungsi. Maklumat
as-Sabiqah kita peroleh dari pengajaran pertama kepada Nabi Adam As
وَعَلَّمَ اٰدَمَ
الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ
اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman,
“Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”. (Al-Baqarah
:31)
Islam sangat tahu bahwa akal manusia terbatas, dan yang membatasi akal pastilah informasi apa saja yang sudah masuk. Berpikir dibatasi oleh informasi apa saja yang masuk. Akibatnya, manusia sampai kapan pun tidak akan pernah bisa mendefinisikan bagaimana dan seperti apa rupa Tuhan. Penyebabnya tak lain karena manusia tidak memiliki informasi awal tentang rupa dan bentuk Tuhan, sehingga manusia tidak bisa berpikir dan memutuskan. Maka demikian, Tuhan akan selalu digambarkan menyerupai manusia meski dengan beberapa perbedaan. Misalnya patung dewa Brahma yang digambarkan memiliki banyak mata dan tangan sebagai representasi bahwa Tuhan Maha Berkuasa dan Maha Melihat. Manusia akan cenderung menggambarkan Tuhan dengan bentuk dan rupa yang lazim dipunyai manusia, karena memang hanya itulah informasi yang bisa mereka terima dan hanya sampai di situ saja referensi yang mereka dapatkan tentang Tuhan.
Ketika manusia dipaksa untuk mendefinisikan rupa Tuhan, yang bahakan dia sendiri tidak tahu bagaimana dan seperti apa. Lantas ketidaktahuan itu disebabkan karena tak ada satu pun informasi valid yang ia terima dari Tuhan tentang perkara tersebut. Keterbatasan referensi tentang Tuhan itulah yang membuat mereka akhirnya tidak bisa berpikir tentang rupa Tuhan, namun anehnya mereka malah memaksa menjawab persoalan rupa Tuhan. Keras kepalanya manusia dalam menjawab bagaimana rupa Tuhan adalah bukti bahwa akal terus-menerus meminta agar dipuaskan, celakanya pemuasan akal yang demikian terhadap Tuhan malah dibiarkan berkelana sendirian tanpa adanya sang penggembala yang mengawasi dan menuntun. Alhasil, manusia mencoba menebak-nebak rupa Tuhan, akibat dari tebakan itulah versi Tuhan menjadi beragam.
Islam meminta kepada umat manusia untuk mencari dan mendefinisikan rupa (bukan eksistensi) Tuhan dibimbing oleh wahyu. Sebab bagaimana pun, saat manusia menginginkan sebuah bukti yang valid, tapi ternyata subjeknya adalah Tuhan yang informasinya terbatas untuk dikantongi. Maka jalan satu-satunya adalah bertanya kepada Tuhan secara langsung untuk mendapat informasinya, dan informasi yang berasal dari pelaku utama sudah pasti kebenarannya. Tapi bagaimana bertanya kepada Tuhan, tentulah lewat wahyu-Nya.
Islam mengajarkan bahwa Tuhan seharusnya tidak boleh dimanifestasikan dengan bentuk apa pun, sebab Tuhan adalah Sang Pencipta yang pasti tidak sama dengan makhluk ciptaan-Nya. Apabila Tuhan memiliki bahkan dimanifestasikan dengan dan seperti ciptaan-Nya, maka gugur sudah predikat Sang Pencipta tersebut, dan sangat tidak layak jika harus dinamakan Tuhan apalagi dijadikan sesembahan.
Islam mengajarkan bahwa menemukan keberadaan Tuhan dengan akal bukan sesuatu yang mustahil, malah diharuskan. Lihatlah kembali cerita Nabi Ibrahim yang mengajak ayah serta kaumnya untuk menggunakan akal dalam mencari Tuhan yang benar.
Alasan apapun dibolehkan untuk memeluk Islam, tapi ingat sekali lagi bahwa kita adalah manusia yang punya akal, dan konsekuensi akal adalah selalu menuntut dipuaskan. Sehingga yang lebih utama dan hal pertama kali yang harus dilakukan untuk mengenal Islam adalah berpikir, seperti yang sudah direkomendasikan Allah sebelum mulut ini memberikan kesaksian syahadat,
فَٱعْلَمْ
أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah….. (Muhammad ayat 19) ...
Setelah mengantongi ilmunya barulah mencari buktinya, karena iman sejatinya adalah akumulasi ilmu dan bukti. Dalam mencari bukti, Allah pun sudah memberikan kisi-kisi secara jelas lewat percontohan pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim dalam Al-Anbiya ayat 52-69 ...
Selamat Berpikir
إِذْ
قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِۦ مَا هَٰذِهِ ٱلتَّمَاثِيلُ ٱلَّتِىٓ أَنتُمْ لَهَا
عَٰكِفُونَ
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?"
«إذ
قال لأبيه وقومه ما هذه التماثيل» الأصنام «التي أنتم لها عاكفون» أي على عبادتها
مقيمون.
(Yaitu ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini) maksudnya, apa kegunaan berhala-berhala ini (yang kalian tekun beribadah kepadanya?") kalian dengan tekun menyembahnya.
Ayat 53
قَالُوا۟
وَجَدْنَآ ءَابَآءَنَا لَهَا عَٰبِدِينَ
Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya".
«قالوا
وجدنا آباءنا لها عابدين» فاقتدنيا بهم.
(Mereka menjawab, "Kami mendapatkan bapak-bapak kami menyembahnya") maka kami mengikuti mereka.
Ayat 54
قَالَ
لَقَدْ كُنتُمْ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمْ فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ
Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata".
«قال»
لهم «لقد كنتم أنتم وآباؤكم» بعبادتها «في ضلال مبين» بَيّن.
(Ibrahim berkata) kepada mereka, ("Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian) disebabkan menyembah berhala-berhala itu (berada dalam kesesatan yang nyata") yakni jelas sesatnya.
Ayat 55
قَالُوٓا۟
أَجِئْتَنَا بِٱلْحَقِّ أَمْ أَنتَ مِنَ ٱللَّٰعِبِينَ
Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?"
«قالوا أجئتنا بالحق» في قولك هذا «أم أنت من اللاعبين» فيه.
(Mereka menjawab, "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh) apakah perkataanmu yang demikian itu sungguh-sungguh (atau apakah kamu termasuk orang yang bermain-main?") di dalam perkataanmu itu.
Ayat 56
قَالَ
بَل رَّبُّكُمْ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ٱلَّذِى فَطَرَهُنَّ وَأَنَا۠
عَلَىٰ ذَٰلِكُم مِّنَ ٱلشَّٰهِدِينَ
Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu".
«قال بل ربكم» المستحق للعبادة «رب» مالك «السماوات والأرض الذي فطرهن» خلقهن على غير مثال سبق «وأنا على ذلكم» الذي قلته «من الشاهدين» به.
(Ibrahim berkata, "Sebenarnya Rabb kalian) yang berhak untuk disembah (ialah Rabb) yang memiliki (langit dan bumi yang telah menciptakannya) tanpa contoh sebelumnya (dan aku atas yang demikian itu) yang telah aku katakan sekarang ini (termasuk orang-orang yang menyaksikan") nya.
Ayat 57
وَتَٱللَّهِ
لَأَكِيدَنَّ أَصْنَٰمَكُم بَعْدَ أَن تُوَلُّوا۟ مُدْبِرِينَ
Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.
«وتالله
لأكيدن أصنامهم بعد أن تولوا مدبرين».
(Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala kalian sesudah kalian pergi meninggalkannya).
Ayat 58
فَجَعَلَهُمْ
جُذَٰذًا إِلَّا كَبِيرًا لَّهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.
«فجعلهم»
بعد ذهابهم إلى مجتمعهم في يوم عيد لهم «جُذاذاً» بضم الجيم وكسرها: فتاتاً بفأس
«إلا كبيراً لهم» علق الفأس في عنقه «لعلهم إليه» أي إلى الكبير «يرجعون» فيرون ما
فعل بغيره.
(Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu) sesudah mereka pergi meninggalkannya menuju ke tempat pertemuan di hari raya mereka (menjadi puing-puing) dapat dibaca Judzaadzan dan Jidzaadzan, artinya hancur terpotong-potong di kapak oleh Nabi Ibrahim (kecuali yang terbesar dari mereka) lalu Nabi Ibrahim menggantungkan kapaknya ke pundak berhala yang terbesar itu (agar mereka kepadanya) yakni kepada berhala yang terbesar itu (menanyakannya) maka mereka akan melihat apa yang ia perbuat terhadap berhala-berhala yang lain.
Ayat 59
قَالُوا۟ مَن فَعَلَ هَٰذَا بِـَٔالِهَتِنَآ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim".
«قالوا» بعد رجوعهم ورؤيتهم ما فعل «من فعل هذا بآلهتنا إنه لمن الظالمين» فيه.
(Mereka berkata) setelah kembali dan melihat apa yang telah diperbuat terhadap berhala-berhala mereka, ("Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim") di dalam perbuatannya ini.
Ayat 60
قَالُوا۟
سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُۥٓ إِبْرَٰهِيمُ
Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim".
Ayat 61
قَالُوا۟
فَأْتُوا۟ بِهِۦ عَلَىٰٓ أَعْيُنِ ٱلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ
Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan".
«قالوا
فأتوا به على أعين الناس» أي ظاهراً «لعلهم يشهدون» عليه أنه الفاعل.
(Mereka berkata, "Kalau demikian, bawalah dia ke hadapan orang banyak) perlihatkanlah dia kepada mereka (agar mereka menyaksikan") bahwasanya dialah yang telah melakukan semuanya ini.
Ayat 62
قَالُوٓا۟
ءَأَنتَ فَعَلْتَ هَٰذَا بِـَٔالِهَتِنَا يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ
Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?"
«قالوا»
له بعد إتيانه «أأنت» بتحقيق الهمزتين وإبدال الثانية ألفاً وتسهيلها وإدخال ألف
بين المسهلة والأخرى وتركه «فعلت هذا بآلهتنا يا إبراهيم».
(Mereka bertanya) setelah menghadirkan Ibrahim, ("Apakah kamu) dapat dibaca A'anta dan A-anta (yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?")
Ayat 63
قَالَ
بَلْ فَعَلَهُۥ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَسْـَٔلُوهُمْ إِن كَانُوا۟ يَنطِقُونَ
Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara".
«قال» ساكتاً عن فعله «بل فعله كبيرهم هذا فاسألوهم» عن فاعله «إن كانوا ينطقون» فيه تقديم جواب الشرط وفيها قبله تعرض لهم بأن الصنم المعلوم عجزه عن الفعل لا يكون إلهاً.
(Ibrahim menjawab) seraya menyembunyikan apa yang sebenarnya telah ia lakukan, ("Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala-berhala itu) siapakah pelakunya (jika mereka dapat berbicara") Jawab syarat dari kalimat ayat ini telah didahulukan dan kalimat yang sebelumnya merupakan sindiran bagi para penyembah berhala, bahwa berhala-berhala yang telah dimaklumi ketidakmampuannya untuk berbuat itu bukan tuhan.
Ayat 64
فَرَجَعُوٓا۟ إِلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ فَقَالُوٓا۟ إِنَّكُمْ أَنتُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)",
«فرجعوا
إلى أنفسهم» بالتفكر «فقالوا» لأنفسهم «إنكم أنتم الظالمون» بعبادتكم من لا ينطق.
(Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka) setelah berpikir (lalu berkata) kepada diri mereka sendiri, ("Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang berbuat aniaya") disebabkan kalian menyembah berhala yang tidak dapat berbicara.
Ayat 65
ثُمَّ نُكِسُوا۟ عَلَىٰ رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَٰٓؤُلَآءِ يَنطِقُونَ
kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara".
«ثم نكسوا» من الله «على رءُوسهم» أي ردوا إلى كفرهم وقالوا والله «لقد علمتَ ما هؤلاء ينطقون» أي فكيف تأمرنا بسؤالهم.
(Kemudian mereka menundukkan) karena malu kepada Allah (kepala mereka) karena kekafirannya telah dinyatakan, maka mereka berkata, "Demi Allah! (Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara") mengapa kamu menyuruh kami bertanya kepada mereka.
Ayat 66
قَالَ
أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْـًٔا وَلَا
يَضُرُّكُمْ
«قال
أفتعبدون من دون الله» أي بدله «ما لا ينفعكم شيئاً» من رزق وغيره «ولا يضركم»
شيئاً إذا لم تعبدوه.
Ayat 67
أُفٍّ
لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
«أف»
بكسر الفاء وفتحها بمعنى مصدر أي نتناً وقبحاً «لكم ولما تعبدون من دون الله» أي
غيره «أفلا تعقلون» أن هذه الأصنام لا تستحق العبادة ولا تصلح لها، وإنما يستحقها
الله تعالى.
(Ah, alangkah buruknya) lafal Uffin atau Uffan ini bermakna Mashdar, artinya busuklah (kalian beserta apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak memahami?) bahwa berhala-berhala itu tidak berhak untuk disembah dan tidak layak untuk dijadikan sesembahan, karena sesungguhnya yang berhak disembah itu hanyalah Allah semata.
Ayat 68
قَالُوا۟
حَرِّقُوهُ وَٱنصُرُوٓا۟ ءَالِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَٰعِلِينَ
«قالوا
حرِّقوه» أي إبراهيم «وانصروا آلهتكم» أي بتحريقه «إن كنتم فاعلين» نصرتها فجمعوا
له الحطب الكثير وأضرموا النار في جميعه وأوثقوا إبراهيم وجعلوه في منجنيق ورموه
في النار قال تعالى:
(Mereka berkata, "Bakarlah dia) yakni Nabi Ibrahim (dan bantulah tuhan-tuhan kalian) dengan membakar Ibrahim (jika kalian benar-benar hendak bertindak") untuk menolong tuhan-tuhan kalian. Mereka segera mengumpulkan kayu-kayu yang banyak sekali, lalu mereka menyalakannya. Mereka mengikat Nabi Ibrahim, kemudian menaruhnya pada Manjaniq atau alat pelontar yang besar, lalu Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api yang besar itu. Allah berfirman:
Ayat 69
قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",
(قلنا يا نار كوني برداً وسلاماً على إبراهيم) فلم تحرق منه غير وثاقه، وذهبت حرارتها وبقيت إضاءتها وبقوله "" وسلاماً "" سلم من الموت ببردها.
(Kami
berfirman, "Hai api! Menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim") maka api itu tidak membakarnya selain pada tali-tali pengikatnya
saja dan lenyaplah panas api itu, yang tinggal hanyalah cahayanya saja, hal ini
berkat perintah Allah, 'Salaaman' yakni menjadi keselamatan bagi Ibrahim,
akhirnya Nabi Ibrahim selamat dari kematian karena api itu dingin.
Comments
Post a Comment