Bagaimana Menyikapi Persoalan Palestina

 Sejarah Yahudi Abad Modern

Dreyfus Affair tahun 1899 merupakan serangkaian gerakan kebencian terhadap Yahudi di Eropa sehingga memunculkan gerakan perlawanan yakni anti-Semitisme

Puncaknya saat terjadi peristiwa Dreyfus di Eropa, seorang laki-laki Yahudi berkebangsaan Austria yang lahir tahun 1860 bernama Theodore Herzl. Mencetuskan sebuah gerakan dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1896 (saat berusia 36 tahun), dan buku tersebut menjadi fenomenal pada zamannya, yakni Der Judenstaat. Pemikirannya dilandaskan dari sebuah fenomena kebencian anti-semit yang merebak dan bahwa agar orang-orang Yahudi ini tidak selalu dipersekusi dan dianiaya, maka orang-orang Yahudi harus bersatu dan membentuk sebuah negara, agar mereka bisa hidup lebih aman. Tak ayal, idenya itu banyak diejek oleh orang Kristen, satu orang Yahudi saja bikin masalah, apalagi semua orang Yahudi berkumpul dalam suatu negara, tak terbayang bagaimana besarnya kekacauann yang bisa terjadi. Dari kalangan Yahudi pun menolak, sebab tidak ada perintah dalam Torah mereka untuk bersatu dan mendirikan sebuah negara melainkan bangsa Israel harus tersebar ke seluruh muka bumi. Akan tetapi, Herlz sangat yakin dengan idenya tersebut. Dalam bukunya itu dia menulis visinya “Karenanya aku meyakini bahwa generasi cemerlang dari kaum Yahudi akan kembali bersemi, Maccabeans (Yahudi pendiri Kerajaan Hashmonayim) akan kembali bangkit. Mari aku ulangi sekali lagi kalimat pembukaku, kaum Yahudi yang menginginkan negara sendiri, akan memilikinya”.

Herlz tidak patah arang. Ia kemudian menggalang dukungan dan melakukan kongres pertama Zionis (gerakan merebut kembali tanah terjanji) di Bassel, Swiss tahun 1897 M. tidak lanjutnya adalah mengumpulkan uang untuk membeli tanah untuk cikal bakal Negara Yahudi. Ada dua opsi untuk tanah yang mereka minta yakni antara Palestina dan Argentina. Tetapi, tentu saja tanah yang dipilih adalah Tanah Terjanji yang memiliki nilai historis paling dekat dengan sejarah mereka, yaitu Palestina, dengan Yerusalem sebagai ibukotanya, seperti dulu Kerajaan Yehuda. Sponsor sudah mereka dapatkan, yakni keluarga Yahudi yang menguasai perbankan hampir di seluruh Eropa, keluarga Rothchilds.

Datanglah Ia ke Istanbul untuk menemui pucuk pimpinan Khilafah Utsmani, yang dianggap empunya tanah Palestina yang mereka incar, mereka sampaikan rencana mereka pada Abdul Hamid II, Khalifah kaum Muslim saat itu, dengan iming-iming akan membantu pembayaran hutang Khilafah Ustmani yang saat itu memang membengkak.

Sultan Abdul Hamid II tak ingin menemui Herzl, mengirim pesan kepadanya:

“Beritahu pada para Yahudi yang tak sopan itu, bahwasanya hutang-hutang Utsmani itu bukan merupakan suatu hal yang hina, Prancis pun memiliki hutang dan tidak mempengaruhi mereka, Yerusalem adalah bagian dari tanah kaum Muslim sejak Khalifah Umar menerima tanah itu, dan aku tidak ingin menanggung malu dan beban sejarah dengan menjual tanah suci itu pada Yahudi, lalu mengkhianati amanah dan kepercayaan ummat. Yahudi simpan saja harta mereka, sebab Utsmani tidak akan bersembunyi di balik istana-istana yang dibuat dari uang musuh-musuh Islam”.  

Tahun 1901 Yahudi kembali. Impian itu tidak main-main, kaum Yahudi mencapai puncak kekuatan finansial sebab mengendalikan perbankan, uang bukan masalah bagi mereka. Ditawarkanlah 150 juta pound di masa itu pada Utsmani, setara dengan minimal 305 trilyun rupiah di masa sekarang. Berikut bonus membangun Universitas Utsmani dan kapal perang.

Maka disampaikan lagi pesan dari Sultan Abdul Hamid II kepada Herzl,

“Nasihati Dr. Herzl, agar jangan sekali-kali lagi meneruskan proyek ini. Aku tak bisa berikan tanah itu, tanah itu bukan milikku, Tanah itu milik ummat, yang telah berjihad dan telah menyiraminya dengan darah mereka, yahudi silakan simpan uang mereka. Jika Khilafah Islam dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil tanah Palestina tanpa membayar. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku, daripada tanah itu dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islam. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup".

Comments

Popular posts from this blog

Sekapur Sirih untuk Tulisan “Membongkar Tabu dalam Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan” oleh Krisna Wahyu Yanuar

Sekapur Sirih untuk Tulisan “Membongkar Tabu dalam Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan” oleh Krisna Wahyu Yanuar part II

Sekapur Sirih untuk Tulisan “Membongkar Tabu dalam Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan” oleh Krisna Wahyu Yanuar part III (akhir)